Zakat Mal untuk Pembangunan Masjid , Bolehkah ?

zakat mal untuk masjid


Kewajiban membayar zakat berlaku untuk semua orang muslim atau yang beragama Islam, dan tujuan dari pembayaran zakat itu sendiri tidak hanya menjadi pertanda rasa syukur, tapi juga sebagai cara untuk membantu kaum yang kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam Islam, zakat ada bermacam-macam, beberapa di antaranya yang paling umum adalah zakat fitrah yang dibayarkan setiap menjelang akhir puasa Ramadhan, dan berikutnya zakat mal.

Nah berbicara tentang zakat mall, jenis zakat ini fleksible terkait bentuk pembayarannya. Zakat mal bisa dibayarkan dalam bentuk sembako makanan, ternak, maupun produk-produk pertanian. Untuk target dari penerima zakat mal sudah jelas, yaitu 8 golongan yang tercantum di dalam QS At-Taubah ayat 60 yaitu kaum fakir, kaum miskin, amil, mualaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.

Lantas pertanyaannya,  kira-kira bagaimana hukumnya jika zakat mal dimanfaatkan untuk pembangunan masjid, bukan diberikan kepada 8 golongan diatas. Apakah diperbolehkan, atau dilarang?

Bolehkah Menggunakan Zakat Mal untuk Pembangunan Masjid?

Untuk mengetahui boleh tidaknya tujuan zakat mal untuk pembangunan masjid, kita tentu saja harus merujuk pada pendapat ulama atau ahli kitab yang memang memiliki background memadai mengenai hal ini.  Hanya saja, masalahnya bahkan di kalangan ulama pun topik ini telah lama menjadi perdebatan. Perdebatan tersebut muncul karena penafsiran ulama yang berbeda-beda terhadap salah satu penerima zakat, yaitu fisabilillah.

Fisabilillah bila diartikan secara umum adalah orang yang berjuang di jalan Allah. Sebagian besar ulama menganggap bahwa arti kata “fi sabilillah” adalah orang yang berperang fisik karena ayat tersebut turun saat zaman peperangan. Para ulama tersebut berpendapat bahwa istilah atau kata dalam Al-Quran harus ditafsirkan sesuai dengan pengertian dari kalimat tersebut saat ayat yang bersangkutan diturunkan.

Sedangkan golongan ulama lain, termasuk di dalamnya Syaikh Yusuf Al-Qardhawi memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Para ulama tersebut memiliki penafsiran yang jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan pendapat ulama pada paragraf sebelumnya. Ulama yang termasuk ke golongan kedua ini sepakat bahwa zakat mal untuk pembangunan masjid hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat.

Misalnya, dalam lingkungan tempat tinggal tersebut masih belum didirikan masjid sehingga mengakibatkan umat muslim yang berada di lingkungan tersebut mengalami kesulitan karena tidak mendapatkan tempat untuk melaksanakan ibadah sholat. Sedangkan di saat yang sama, dana lain yang bisa digunakan untuk membangun masjid tidak tersedia.

Keadaan seperti ini sangat sering ditemukan di daerah pelosok atau di negara-negara dimana umat Islam termasuk ke dalam golongan minoritas. Dalam keadaan seperti itu, Anda diperbolehkan untuk menggunakan zakat mal untuk pembangunan masjid. Salah satu syarat lain yang wajib untuk dipertimbangkan adalah keadaan dari golongan fakir dan miskin yang ada di dalam lingkungan tersebut.

Seandainya kebutuhan hidup mereka telah terpenuhi, maka barulah dana zakat digunakan untuk pembangunan masjid. Sebaliknya jika masih banyak kaum fakir miskin yang terlunta-lunta, maka keputusan menggunakan zakat untuk membangun masjid akan menjadi haram. Dana zakat mal yang ada wajib disalurkan terlebih dahulu pada mereka yang paling membutuhkan.

Kondisi lain yang mengakibatkan haramnya penggunaan zakat mal untuk pembangunan masjid adalah jika di dalam wilayah tersebut sudah terdapat satu masjid yang masih mampu menampung jumlah jamaah muslim. Apabila bangunan masjid yang ada sebenarnya sudah cukup untuk mengakomodasi kebutuhan umat, memang sebaiknya tidak dibangun masjid yang baru.

Dikhawatirkan masjid tersebut akan menjadi sesuatu yang mubazir. Padahal seperti yang kita semua tahu, Allah sangat membenci pemborosan. Alangkah baiknya jika dana zakat dipergunakan untuk membantu golongan yang benar-benar membutuhkannya.

Pendapat ketiga datang dari para ulama modern, beberapa di antaranya adalah Imam Ar-Razi, Imam Al-Kasani, dan Syaikh Rasyid Ridha. Kelompok ulama ini berpendapat bahwa konteks fi-sabilillah sendiri sudah mengalami pergeseran makna, terutama ketika ditempatkan di era modern. Fi-sabilillah tidak lagi bisa diartikan sebagai “berperang” di jalan Allah, tapi bisa juga digunakan untuk semua hal yang membawa kebaikan.

Secara khusus, Syaikh Rasyid Ridha dan Syaikh Mahmud Syalthut memiliki penafsiran yang lebih rinci dari kata “fi sabilillah”. Kata tersebut diperluas maknanya menjadi segala macam hal yang berhubungan dengan kemaslahatan umat muslim. Jadi, apabila dengan pembangunan masjid tersebut akan membawa kebaikan para penghuni di sekitarnya maka menggunakan zakat mal untuk pembangunan masjid diperbolehkan.

Seperti yang sudah diuraikan di atas, tiap madzhab memiliki tafsir masing-masing tentang boleh-tidaknya menggunakan zakat mal untuk pembangunan masjid. Hal ini tidak jarang mengakibatkan kebingungan di kalangan umat muslim sendiri tentang madzhab manakah yang sebaiknya diikuti. Sebenarnya, Anda bebas mengikuti madzhab manapun yang paling sreg di hati. Tapi, terlepas dari madzhab yang Anda yakini, janganlah sampai perbedaan pendapat tentang topik ini mengakibatkan perpecahan. Yakinilah apapun yang Anda yakini benar, dan biarkan orang lain melakukan hal yang sama. Yang penting tetap saling menghormati dan menghargai

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Zakat Mal untuk Pembangunan Masjid , Bolehkah ?"

Posting Komentar